• Edukasi
  • /
  • Artikel
  • /
  • Stres Finansial? Pahami Emosi Dalam Pengaturan Keuangan Anda

Stres Finansial? Pahami Emosi Dalam Pengaturan Keuangan Anda

Highlight: Panduan lengkap untuk memahami bagaimana emosi memengaruhi keputusan finansial dan strategi praktis agar Anda bisa mengatur uang dengan lebih tenang, terencana, dan konsisten.

E

Editor Hartaku

Content Writer

3 Desember 2025

Stres Finansial? Pahami Emosi Dalam Pengaturan Keuangan Anda

Banyak orang sudah berusaha membuat anggaran bulanan yang rapi, pakai aplikasi keuangan modern, bahkan mengikuti berbagai tips hemat. Tapi pada akhirnya tetap merasa keuangan tidak terkontrol. Masih sering belanja impulsif, sulit menahan keinginan, menyesal setelah transaksi, atau tiba-tiba panik saat melihat saldo rekening. Masalah ini sebenarnya bukan cuma soal kurang disiplin, melainkan pengaruh dari emosi yang tidak disadari.

Emosi adalah bagian alami dari kehidupan manusia. Tapi saat masuk ke ranah pengelolaan uang, emosi bisa jadi faktor yang sangat menentukan arah keputusan finansial. Mulai dari belanja kecil yang tidak direncanakan sampai keputusan besar seperti investasi atau mengambil pinjaman, semuanya bisa dipengaruhi oleh kondisi emosional Anda.

Melansir jurnal dari ScienceDirect tentang behavioral finance, emosi dianggap sebagai motor penggerak yang bisa memperkuat perilaku finansial yang sehat, atau malah memperburuk kondisi keuangan jika dibiarkan. Karena itu, memahami bagaimana emosi bekerja dan bagaimana mengendalikannya menjadi kunci agar budgeting Anda tetap dalam kondisi aman.

Apa Peran Emosi Dalam Mengatur Keuangan?

Emosi tidak hanya memengaruhi perilaku secara umum, tapi juga merembes ke cara Anda membuat keputusan finansial. Bahkan, banyak keputusan keuangan tidak dibuat berdasarkan logika, tapi didorong oleh perasaan yang muncul sesaat.

Beberapa contoh peran emosi dalam aktivitas keuangan:

1. Emosi Mempengaruhi Kemampuan Membuat Prioritas

Saat lagi senang, Anda mungkin merasa lebih berani mengeluarkan uang untuk hal-hal yang sebenarnya bukan kebutuhan. Sebaliknya, saat Anda takut atau cemas, Anda bisa terlalu menahan diri sampai mengabaikan kebutuhan penting seperti kesehatan atau tabungan darurat.

2. Emosi Mengubah Persepsi Risiko

Ketika sedang percaya diri atau merasa “di atas angin”, Anda bisa jadi lebih berani mengambil risiko berlebihan seperti ikut investasi yang sebenarnya belum dipahami. Tapi saat sedang takut, Anda mungkin menghindari keputusan penting seperti memulai dana pensiun.

3. Emosi Mempengaruhi Konsistensi Dalam Budgeting

Seseorang bisa sangat disiplin mengatur uang saat sedang stabil secara emosional. Tapi ketika stres, lelah, atau tertekan, kebiasaan finansial yang baik bisa hilang. Ini termasuk belanja impulsif, lupa mencatat pengeluaran, atau berhenti menabung.

4. Emosi Menjadi Pemicu Belanja Tidak Terencana

Banyak orang menggunakan belanja sebagai bentuk pelarian. Kondisi ini dikenal sebagai retail therapy, yaitu saat seseorang belanja bukan karena butuh, tetapi untuk mencari kenyamanan emosional.

Dampak Emosi Terhadap Pengaturan Keuangan

Ketika emosi tidak terkendali, keputusan finansial yang diambil bisa merugikan dalam jangka panjang. Berikut beberapa dampak yang paling sering terjadi:

1. Belanja Karena Emosi

Belanja karena marah, bosan, sedih, atau stres memang bisa memberi rasa lega sementara. Tapi efeknya jarang bertahan lama. Setelah itu, rasa menyesal atau stres finansial justru bisa datang lagi. Siklus ini bisa berulang tanpa disadari.

2. Stres Finansial yang Berkepanjangan

Stres finansial tidak muncul begitu saja. Biasanya terjadi karena beberapa faktor seperti penghasilan tidak stabil, gagal mengontrol belanja, atau merasa kewalahan dengan tanggung jawab keuangan. Saat stres, Anda bisa mengambil keputusan finansial yang tidak optimal, misalnya menarik tabungan darurat untuk kebutuhan yang tidak mendesak.

3. Keputusan Tidak Rasional Karena Bias Psikologis

Beberapa bias psikologis yang sering muncul:

  • Loss aversion: lebih takut kehilangan uang daripada mengejar keuntungan.

  • Overconfidence: merasa yakin bisa mengelola risiko padahal belum paham betul instrumennya.

  • Herd mentality: ikut-ikutan tren finansial tanpa riset.

Ketiga hal ini bisa membuat Anda salah langkah dalam pengelolaan uang.

4. Salah Menentukan Prioritas Kebutuhan

Emosi bisa mengaburkan pemahaman tentang apa yang benar-benar penting. Saat senang, Anda bisa memprioritaskan hiburan. Saat stres, Anda terlalu hemat sampai tidak terlalu memperdulikan kesehatan atau justru menunda pengeluaran yang sebenarnya penting.

5. Ketidakkonsistenan Pengelolaan Anggaran

Ketidakkonsistenan dalam mencatat pengeluaran, menabung, atau investasi biasanya terjadi saat emosi sedang tidak stabil. Konsistensi adalah kunci dalam budgeting, sehingga banyak orang gagal mencapai tujuan finansial bukan karena kurang ilmu, tapi karena emosi tidak stabil.

Cara Mengendalikan Emosi Untuk Membuat Keputusan Keuangan Yang Lebih Baik

Mengendalikan emosi bukan berarti harus berhenti merasakan. Intinya adalah memahami perasaan yang muncul dan mengelolanya supaya tidak merusak keputusan finansial.

Berikut beberapa langkah praktis yang bisa Anda coba:

1. Kenali Pola Emosi Anda

Catat kapan Anda paling sering mengeluarkan uang tanpa rencana. Apakah saat lelah setelah bekerja? Saat marah? Atau saat merasa ingin memberi hadiah ke diri sendiri? Dengan mengenali pola ini, Anda bisa mengantisipasi situasi yang memicu keputusan impulsif.

2. Gunakan Sistem Jeda 24 Jam

Saat muncul keinginan belanja sesuatu yang tidak urgent, coba tunda 24 jam. Kebanyakan dorongan emosional mereda dalam sehari, dan Anda bisa melihat situasi dengan lebih rasional.

3. Buat Anggaran yang Manusiawi

Jangan membuat anggaran yang terlalu ketat karena akan membuat Anda cepat merasa gagal. Sisipkan dana kecil untuk kebutuhan menyenangkan agar Anda tetap termotivasi mengikutinya.

4. Latih Mindfulness Sebelum Mengambil Keputusan Finansial

Teknik sederhana seperti tarik napas dalam, meditasi singkat, atau menulis jurnal bisa membantu menenangkan pikiran sebelum Anda mengambil keputusan finansial yang besar.

5. Atur Lingkungan Keuangan yang Lebih Ramah

Batasi akses pada godaan seperti aplikasi belanja online atau iklan digital. Anda bisa hapus aplikasi marketplace atau mengatur notifikasi agar tidak terus-menerus tergoda.

6. Pisahkan Rekening Untuk Fungsi Berbeda

Rekening terpisah untuk kebutuhan harian, tabungan, dan dana darurat bisa membantu Anda menghindari campur aduk pengeluaran. Sistem otomatis seperti auto-debit juga sangat efektif untuk menjaga konsistensi.

7. Cari Dukungan Emosional dan Finansial

Kadang Anda butuh sudut pandang lain dari teman, pasangan, atau konsultan keuangan. Bercerita bisa membantu Anda mengambil keputusan yang lebih rasional.

Pertanyaan Untuk Memulai Mengatur Keuangan

Untuk membantu Anda lebih memahami hubungan antara emosi dan pola keuangan, coba jawab pertanyaan berikut:

  • Kapan terakhir kali Anda belanja karena emosi, bukan kebutuhan?

  • Situasi emosional apa yang paling sering membuat Anda kehilangan kontrol atas pengeluaran?

  • Apa pengeluaran terbesar yang Anda sesali dalam beberapa bulan terakhir?

  • Apakah Anda memiliki kebiasaan tertentu untuk menenangkan diri saat stres, dan apakah itu melibatkan uang?

  • Apa satu langkah kecil yang bisa Anda lakukan minggu ini untuk lebih sadar dalam pengambilan keputusan finansial?

Jawaban dari pertanyaan ini bisa menjadi titik awal untuk mengubah kebiasaan finansial Anda menjadi lebih sehat.

Menyadari Tanda-Tanda Emosi Sedang Mengendalikan Keuangan

Selain memahami pola emosional, penting juga mengenali tanda-tanda ketika emosi mulai mengambil alih keputusan finansial. Beberapa tanda berikut bisa membantu Anda menyadarinya lebih cepat:

1. Keinginan Belanja Muncul Tiba-Tiba

Keinginan yang datang mendadak, apalagi tanpa alasan kuat, biasanya dipicu oleh emosi seperti bosan atau stres. Ini berbeda dengan kebutuhan yang sudah direncanakan sebelumnya.

2. Perasaan Lega Setelah Mengeluarkan Uang

Jika Anda merasa lebih tenang atau lega setelah membeli sesuatu, meski barangnya tidak terlalu penting, itu menunjukkan bahwa belanja menjadi pelampiasan emosional.

3. Menghindari Mengecek Rekening atau Anggaran

Rasa takut atau cemas saat mengecek kondisi keuangan adalah sinyal bahwa ada tekanan emosional yang perlu ditangani. Menghindari angka hanya akan memperburuk situasi.

4. Membuat Alasan untuk Membenarkan Pengeluaran

Saat emosi mendominasi, Anda mungkin membuat alasan seperti “kan cuma sekali”, atau “ini kan buat hadiah diri sendiri” meski sebenarnya tidak masuk anggaran.

5. Sulit Mengontrol Pengeluaran Kecil

Pengeluaran kecil yang sering dilakukan tanpa sadar bisa jadi petunjuk bahwa Anda sedang mencari kenyamanan emosional melalui konsumsi.

Mengenali tanda-tanda ini dapat membantu Anda menghentikan pola belanja emosional sebelum menjadi kebiasaan buruk.

Bagaimana Emosi Mengubah Keputusan Keuangan

Untuk memberikan gambaran, berikut contoh situasi yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari:

1. Kasus Belanja Impulsif Setelah Hari yang Melelahkan

Bayangkan Anda pulang kerja dalam keadaan capek, emosi, dan mental lelah. Anda membuka aplikasi belanja hanya untuk “lihat-lihat”, tapi akhirnya checkout keranjang belanja karena merasa “ah, ini hadiah buat diri sendiri setelah hari yang panjang.”

Dalam skenario ini, keputusan finansial sepenuhnya dikendalikan oleh emosi, bukan kebutuhan. Ini sering terjadi akibat:

  • stres dan kelelahan,

  • keinginan mendapat rasa nyaman atau dopamine,

  • kebutuhan emosional yang tidak terpenuhi.

2. Panik Saat Ada Pengeluaran Mendadak

Saat AC rusak atau motor tiba-tiba bermasalah, banyak orang langsung panik dan menerima keputusan pertama yang ditawarkan teknisi tanpa riset lebih lanjut.

3. Keputusan Investasi Karena FOMO

FOMO (fear of missing out) membuat seseorang membeli aset tanpa riset hanya karena takut ketinggalan.

4. Pengeluaran Berlebihan Setelah Mendapat Bonus

Saat menerima THR atau bonus, euforia membuat seseorang merasa punya “uang ekstra” dan menghabiskannya tanpa rencana.

5. Menunda Keputusan Penting Karena Takut Salah

Rasa takut gagal bisa membuat seseorang menunda keputusan finansial penting seperti investasi atau asuransi.

Bagaimana Menggabungkan Kesadaran Emosi ke Dalam Budgeting

Untuk menciptakan sistem keuangan yang lebih stabil, penting untuk menggabungkan pemahaman emosional ke dalam cara Anda membuat anggaran.

1. Sisipkan Pos Pengeluaran Emosional

Karena manusia tidak bisa lepas sepenuhnya dari emosi, lebih baik Anda menyediakan pos kecil khusus untuk pengeluaran emosional yang terkontrol. Misalnya Rp100–300 ribu per bulan untuk self-reward.

2. Gunakan Teknik Tracking Berbasis Emosi

Selain mencatat pengeluaran, catat juga kondisi emosional saat pengeluaran terjadi. Misalnya: "beli kopi karena capek," atau "pesan makanan karena stres". Ini membantu Anda memahami hubungan langsung antara emosi dan uang.

3. Sediakan Waktu Refleksi Finansial

Setiap akhir minggu, luangkan waktu 10–15 menit untuk mengevaluasi pengeluaran emosional. Tanyakan pada diri sendiri:

  • Apa yang paling sering memicu pengeluaran minggu ini?

  • Apakah aku bisa menghadapi situasi itu dengan cara lain?

4. Buat Batasan dan Konsekuensi

Misalnya, jika Anda melewati batas anggaran hiburan, maka Anda harus mengurangi dana jajan minggu berikutnya. Sistem konsekuensi seperti ini membantu menumbuhkan disiplin.

Penutup

Mengatur keuangan tidak lepas dari pengaruh emosi. Stres, euforia, marah, takut, bahkan rasa senang berlebihan bisa membentuk pola pengeluaran yang tidak ideal. Namun, dengan mengenali pemicu emosional, memerhatikan tanda-tanda perilaku finansial yang dipengaruhi emosi, serta menerapkan teknik praktis untuk mengendalikannya, Anda bisa memperbaiki cara mengelola uang secara perlahan.

Kuncinya adalah konsistensi dan kesadaran. Perubahan kecil yang dilakukan setiap hari dapat mengubah kondisi keuangan Anda secara signifikan dalam jangka panjang. Dengan pemahaman yang lebih dalam tentang hubungan antara emosi dan uang, Anda bisa membangun sistem finansial yang lebih tenang, sehat, dan terarah.